Belajar Ikebana (Part 2)
Halo :D
Saya akan melanjutkan cerita mengenai kelas ikebana yang saya ambil. Hmm.. cerita apa lagi ya? Ah ya, pertama-tama saya cerita dulu saja gimana sampai saya bisa menemukan kelas ikebana ini. Ini semua berkat teman lab saya, Ide-san, yang mempertemukan saya dengan web https://www.ikenobo.jp/ di mana di sana kita bisa memasukkan lokasi kita dan mendapatkan daftar Sensei ikebana yang ada di daerah tersebut. Di sana juga ada info mengenai tempat lesnya di mana, dan biayanya berapa. Lalu kalau mau daftar les, bisa langsung melalui web itu juga.
Berhubung saat ini sedang musim dingin, maka berita sedihnya adalah variasi bunga untuk ikebana tidak banyak, sehingga dua sesi ikebana yang akan saya tulis ini bentuknya mirip-mirip haha. Berikut ini merupakan hasil rangkaian jiyuka (free-style) saya.
Iya kan? Sama-sama pakai bunga tulip dan canola. Yang beda hanya pada Pertemuan 3 pakai yukiyanagi dan pada Pertemuan 4 pakai nekoyanagi, keduanya tanaman asli Jepang dan Cina. Lalu bunga tulip tersebut dirangkai saat masih kuncup, karena di ikebana, baik bunga mekar maupun kuncup itu punya keindahan tersendiri :) Dan selain itu juga bunganya jadi tahan lama; semakin lama karangan bunganya semakin bagus karena bunganya semakin mekar :')
Salah satu filosofi yang selalu diingatkan oleh Sensei saat merangkai ikebana adalah dai chu sho di mana dai = big, chu = medium, dan sho = small. Filosofi tersebut diterapkan saat menata batang tanaman yang mengitari bunga, di mana batang-batang tanaman tersebut memiliki panjang yang berbeda. Batang yang paling panjang (dai) melambangkan surga atau kehidupan akhirat, batang yang panjangnya menengah (chu) melambangkan manusia, dan batang yang paling pendek (sho) melambangkan bumi atau kehidupan dunia. Ketiga batang tersebut tidak ada yang ditancapkan secara tegak lurus dan tidak ada yang dominan, sehingga melambangkan semesta yang harmoni, di mana akhirat, dunia, dan manusia berjalan selaras [1].
Pada kepercayaan Zen yang dianut oleh orang Jepang, setiap orang mengalami siklus kehidupan dan kematian yang terus berulang; dimulai dari lahir ke dunia, tumbuh dewasa, menjadi tua, mati, dan kemudian lahir kembali. Oleh sebab itu, pada ikebana digunakan batang tanaman (benda mati) dan bunga (makhluk hidup) sebagai lambang dari cycle of life and death. Dalam ikebana, baik kehidupan maupun kematian dihargai secara seimbang; karena tidak ada kematian tanpa kehidupan, dan tidak ada kehidupan tanpa kematian. Dan di dalam proses siklus kehidupan dan kematian itulah kita bisa menemukan kebahagiaan :)
Comments
Post a Comment